Matawanita.com Belakangan ini adegan mukbang yang memperlihatkan model makanan brutal dalam porsi banyak menjadi fenomena tersendiri. Tapi apa benar banyak yang menyukai tayangan ektrem seperti ini?
Kita sering melihat tayangan makanan brutal pada sebuah program kuliner televisi atau konten Youtube. Tujuannya yaitu untuk mengunggah selera makan para pemirsa.
Lantas apakah boleh ketika menjajal sebuah makanan dengan cara ektrem mengesampingkan adab dan tata krama? Bisa juga itu menghibur dengan ada suara, tapi hal seperti ini tidak lah baik untuk dicontoh dalam pandangan agama.
Sebagaimana syarat sebuah tayangan atau konten media menurut seorang kreator digital Henry Aritonang. “Seorang kreator digital haruslah dapat memberikan kontribusi dan dampak positif, menginformasikan, menghibur serta mengedukasi,” kata Henry.
Adab Ketika Makan
Dahulu, orang tua kita selalu mengajarkan cara makan yang sopan, bahkan sesuai dengan tata krama. Seperti, tidak boleh menyuap dengan raupan satu genggaman penuh di tangan, dan suara mulut mengecap.
Porsi makan pun sebaiknya tidak berlebihan, apalagi ketika makan bersama orang lain. Tuntunan adab makan tersebut sejalan dengan ajaran agama, baik terkait porsi dan caranya, sebagaimana pandangan dalam Islam yang disampaikan oleh Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah KH Zimam Hanifun Nusuk.
“Dalam pandangan Islam makan berlebihan atau yang disebut isrof itu dilarang. Sedangkan mengunyah makanan dengan bersuara melanggar adab/etika,” ujar Gus Nif seperti dinukil dari Antara.
Gus Nif lantas menyayangkan banyaknya tayangan makanan brutal yang dinilai kurang adab, apalagi disaksikan oleh jutaan orang. Padahal, sebagaimana kita ketahui bahwa pemirsa dengan beragam latar belakang pendidikan tidak semunya memiliki daya kurasi yang baik terhadap sebuah tontonan.
Belum lagi dari sisi empati, di tengah maraknya tayangan makan brutal yang memamerkan hidangan berlimpah ruah di atas meja, ada sebagian masyarakat kita yang mungkin tidak berkesempatan makan layak tiga kali sehari.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2022, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,36 juta atau 9,57 persen dari total populasi. Kategori miskin versi BPS adalah mereka yang pengeluaran hariannya di bawah Rp17.851. Dengan uang sejumlah itu, apakah mereka bisa makan layak tiga kali sehari?
Menggugah Selera Makan
Sebuah program acara kuliner yang ditujukan untuk menggairahkan nafsu makan penontonnya mungkin tidak sepenuhnya efektif. Pasalnya, bisa saja ada yang merasa tak senang dengan adegan makan yang brutal dan terlihat berantakan.
Makanan Brutal Berujung Maut
So, segala yang berlebihan pasti berdampak buruk. Tidak terkecuali makan, yang pada tahap ekstrem bisa menyebabkan kematian. Setidaknya ada lima kabar kematian para Youtuber dari sejumlah negara akibat melakukan aksi tayangan makanan brutal, ada siapa saja?
- September 2013, seorang wanita Korea Selatan bernama Yoon, tersedak saat makan gurita hidup-hidup di sebuah motel di Incheon, Seoul.
- April 2019, Youtuber asal Jepang, Yola, mati tersedak ketika melakukan siaran langsung memakan bola-bola nasi berukuran jumbo.
- Medio 2019, seorang Cam Boy berusia 30 tahun dari Anhui, China, tewas setelah melahap hewan kelabang, ulat, dan tokek dalam kondisi hidup-hidup dan dibarengi minum alkohol.
- Juni 2020, Wang, seorang food vlogger China, meninggal di rumah sakit pada usia 30 tahun, setelah merasa pusing dan mati rasa saat menyantap semangkuk besar olahan daging. Berat badan terakhirnya mencapai 100 kg, naik 40 kg dalam tempo 6 bulan.
- Januari 2021, Sun Yi Xuan, seorang food vlogger ternama China meregang nyawa karena pendarahan otak mendadak, akibat kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat untuk konten videonya.
Melihat kejadian itu, DR. Dr. Mohammad Rudiansyah, MKes, SpPD, K-GH, FINASIM, dosen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menjelaskan dari sisi medis.
“Ketika seseorang mengonsumsi makanan berlebihan maka bahan-bahan tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan tenaga. Bila cadangan ini tidak terpakai maka akan tertimbun, menumpuk, sehingga terjadi penumpukan lemak, kemudian berat badan berlebih dan otomatis akan mengganggu kesehatan,” ujar Rudi.
Padahal, pencernaan tubuh manusia terbatas, kelebihan ini juga terjadi dengan kapasitas tubuh dalam mencerna, kemudian makanan yang banyak juga berisiko meningkatkan kadar gula dalam darah. Sementara kelenjar pankreas tidak menghasilkan insulin secara maksimal.
“Ini bisa melebihi kapasitas yang menimbulkan kadar gula meningkat hingga terjadi kencing manis. Selain itu penumpukan lemak juga mengurangi kerja insulin yang menyebabkan terjadi resistensi insulin,” paparnya.
Menurut dokter Rudi, makan berlebihan secara terus-menerus menimbulkan kadar kolesterol meningkat dan tubuh berusaha menetralisasi dengan pengeluaran asam empedu, tapi karena berlebihan menjadi overload.
Kemudian terjadi penumpukan kristal-kristal asam empedu kolesterol, dan terbentuk lah peradangan empedu, batu empedu, juga lemak-lemak bisa menumpuk di mana-mana termasuk di hati.
Tahap berikutnya terjadi perlemakan hati (fatty liver) yang ke depannya dapat menyebabkan gagal hati dan bahkan bisa menjadi kanker hati.
“Penumpukan lemak-lemak tadi juga terjadi di sepanjang dinding pembuluh darah, terjadi plak-plak, atheroskelerosis, risiko serangan jantung, kemudian stroke karena pembuluh darah menyempit,” kata Rudi, yang seorang dokter spesialis penyakit dalam itu.
Problem obesitas, menurutnya terjadi karena kelebihan berat badan akibat makan porsi besar tadi yang disebut Sindrom Metabolik. Mengingat dampaknya yang fatal, masih berminat untuk makan brutal? Pikir lagi deh bisa berisiko untuk kesehatan.